Article Detail

Makna Belajar Melalui Bermain Bagi Anak

Mengutip pernyataan Mayesty (1990:196-197) bagi seorang anak, bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya di manapun  mereka memiliki kesempatan; sehingga bermain adalah salah satu cara anak usia dini belajar, karena melalui bermainlah anak belajar tentang apa yang ingin mereka ketahui dan pada akhirnya mampu mengenal semua peristiwa yang terjadi disekitarnya.

Piaget dan Mayesty (1990:42) mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri seseorang; sedangkan Parten memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan (Mayesty: 61-62). Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat di mana ia hidup.

Semua anak senang bermain, setiap anak tentu saja sangat menikmati permainannya, tanpa terkecuali. Melalui bermain anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat menjadi lebih dewasa.

Buhler dan Danziger dalam Roger dan Sawyers (1995:95), berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang menimbulkan kenikmatan; sedangkan Freud meyakini bahwa walaupun bermain tidak sama dengan bekerja tetapi anak menganggap bermain sebagai sesuatu yang serius.

Docket dan Fleer (2000:41-43) berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang akan mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.

Vygotsky dalam Naughton (2003:46) percaya bahwa bermain membantu perkembangan kognitif anak secara langsung, tidak sekadar sebagai hasil dari perkembangan kognitif seperti yang dikemukakan oleh Piaget. Ia menegaskan bahwa bermain simbolik memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan berpikir abstrak. Sejak anak mulai bermain pura-pura, maka anak menjadi mampu berpikir tentang makna-makna objek yang mereka representasikan secara independen.

Berhubungan dengan pembelajaran, Vygotsky dalam Naughton (2003:52) berpendapat bahwa bermain dapat menciptakan suatu zona perkembangan proximal pada anak. Dalam bermain, anak selalu berperilaku di atas usia rata-ratanya, di atas perilakunya sehari-hari, dalam bermain anak dianggap ‘lebih’ dari dirinya sendiri.

Selanjutnya dijelaskan terdapat dua ciri utama bermain, yaitu pertama semua aktivitas bermain representasional menciptakan situasi imajiner yang memungkinkan anak untuk menghadapi keinginan-keinginan yang tidak dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata, dan kedua bermain representasional memuat aturan-aturan berperilaku yang harus diikuti oleh anak untuk dapat menjalankan adegan bermain.

Bermain dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap semua area perkembangan. Anak-anak dapat mengambil kesempatan untuk belajar tentang dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya. Selain itu, pembelajaran juga memberikan kebebasan kepada anak untuk berimajinasi, bereksplorasi dan menciptakan suatu bentuk kreativitas. Anak-anak memiliki motivasi dari dalam dirinya untuk bermain, memadukan sesuatu yang baru dengan apa yang telah diketahui.

Dalam bermain, anak belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan dan orang yang ada di sekitarnya. Dari interaksi dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya maka kemampuan sosialisasi anak pun menjadi berkembang. Pada usia dua sampai lima tahun, anak memiliki perkembangan bermain dengan teman bermainnya.

Enam tahapan perkembangan bermain pada anak menurut Parten dan Rogers dalam Dockett dan Fleer (1999:62), yaitu:

  1. Unoccupied atau tidak menetap

Anak hanya melihat anak lain bermain, tetapi tidak ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan-jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang bermain.


  1. Onlooker atau penonton/pengamat

Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain, tetapi anak sudah mulai bertanya dan lebih mendekat pada anak yang sedang bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain. Setelah mengamati anak biasanya dapat mengubah caranya bermain.


  1. Solitary independent play atau bermain sendiri

Tahap ini anak sudah mulai bermain, tetapi bermain sendiri dengan mainnya, terkadang anak berbicara kepada temannya yang sedang bermain, tetapi tidak terlibat dengan permainan anak lain.


  1. Parallel activity atau kegiatan paralel

Anak sudah bermain dengan anak lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak lainnya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada didekat anak yang lain. Pada tahap ini anak juga tidak memengaruhi anak lain dalam bermain dengan permainannya.


  1. Assosiative play atau bermain dengan teman

Pada tahap terjadi interaksi yang lebih kompleks pada anak. Dalam bermain anak sudah mulai saling mengingatkan satu sama lain. Terjadi tukar menukar mainan atau anak mengikuti anak lain. Meskipun anak dalam kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi diskusi untuk mencapai satu tujuan bersama, serta membangun bangunan dengan perencanaan. Tetapi, masing-masing dapat sewaktu-waktu meninggalkan permainan kapan saja ia mau, tanpa perlu merusak mainan.


  1. Cooperative or organized suplementary play atau kerja sama dalam bermain atau dengan aturan

Saat anak bermain bersama secara lebih terorganisasi dan masing-masing menjalankan peran yang saling memengaruhi satu sama lain. Anak bekerja sama dengan anak lain untuk membangun sesuatu, terjadi persaingan, membentuk permainan drama dan biasanya dipengaruhi oleh anak yang memiliki pengaruh atau adanya pemimpin dalam bermain.

Dalam bermain anak mengembangkan kemampuannya dan belajar untuk bersosialisai dan berinteraksi dengan orang lain. (AST).

Sumber: Sujiono, Yuliani Nurani. Konsep Dasar Pendidikan Anak usia Dini.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment